Rahim Pengganti

Bab 9 "Khawatir"



Bab 9 "Khawatir"

0Perasaan Bian saat ini sungguh tidak karuan, Bian segera membawa Carissa menuju rumah sakit ketika pintu lift tersebut terbuka dengan lebar. Rasa takut, merasuki Bian. Tidak tahu apa yang akan terjadi, saat ini hal utama nya adalah membawa Carissa menuju rumah sakit.     

Bian mengendarai mobilnya dengan kekuatan yang sangat kencang, bahkan pria itu hampir saja menabrak orang lain jika tidak mengerem dengan pas. Sesampainya di rumah sakit, Bian memarkir mobilnya dengan sembarangan, pria itu segera mengendong Carissa menuju IGD.     

"Dokter Suster!!!" teriak Bian. Pria itu terlihat sangat cemas dengan apa yang sedang terjadi.     

"Dokter Suster, tolong cepat!!!"     

Suara Bian yang sangat keras, itu membuat banyak orang menatap ke arahnya. Bahkan para pasien yang sedang berada di ruangan sampai keluar mendengar teriakan Bian.     

Seorang suster segera membawa Carissa menuju, IGD di dalam ruangan tersebut Nian kembali berulah. Pria itu terlihat sangat kalut, banyak hal yang dirinya pikirkan bahkan para dokter dan suster di sana sudah banyak yang dirinya bentak.     

Untunglah saham rumah sakit ini, sebagain besar miliknya. Jika tidak mungkin saja, saat ini Bian sudah di usir oleh pihak keamanan rumah sakit.     

Tak lama, seorang dokter keluar dari ruangan tersebut. Bian segera berlari menghampiri dokter tersebut, pria itu langsung mencerca banyak pertanyaan. Terlihat jelas dari mata Bian, bahwa pria itu khawatir takut sesuatu hal terjadi pada Carissa.     

"Anda tenang saja Pak. Pasien hanya syok dan memiliki semua trauma yang mendalam itu lah yang menyebabkan pasien pingsan dan tak sadarkan diri."     

Helaan napas berat terdengar jelas, ada sedikit perasaan lega di hati Bian ketika mendengar ucapan itu. Bian mengucapkan banyak terima kasih kepada dokter tersebut, setelah itu Carissa langsung di pindah kan ke ruang rawat.     

***     

Bian sedang duduk di sebelah tempat tidur Carissa, pria itu tetap setia menunggu Carissa sadar dari tidurnya. Pria itu mengengam tangan Carissa.     

"Cepatlah bangun, jangan buat aku khawatir," ujar Bian.     

Entah kenapa, pria itu sangat takut kehilangan Carissa sejak rencana pernikahan keduanya yang akan di laksanakan bulan depan membuat Bian dan Carissa semakin dekat. Hubungan Bian dan Della, pun semakin jauh, pasangan suami istri itu bahkan tidak pernah terlihat bersama.     

Ceklek     

Pintu ruangan rawat Carissa terbuka, di sana ada sang Mama dan adiknya Bian terkejut melihat ke datangan mereka berdua, Bian tidak merasa menghubungi Mama atau adiknya.     

"Kamu kenapa tidak bicara sama Mama kalau menantu Mama di sini, Mama khawatir ketika Devan yang memberitahukan keadaan Carissa," ujar sang Mama.     

"Bian gak mau buat Mama khawatir."     

Baru saja, sang Mama mau protes. Siska melihat Carissa mengerakkan tangannya. Dengan segera Bian memanggil sang dokter, suster dan dokter jaga pun tak lama datang.     

Dokter tersebut, segera memeriksakan keadaan Carissa. Pusing di kepala Carissa membuat wanita itu hanya berdiam diri di tempatnya, Carissa bingung melihat keluarga Bian ada di sana. Bahkan terlihat jelas Mama Nian khawatir dengannya.     

Setelah dokter selesai, Mama Nian menanyakan banyak kepada Carissa, mulai dari apa yang sakit mau makan apa, dan lain sebagainya. Carissa jadi meneteskan air matanya, sosok Mama Bian mengingatnya kepada Ibu panti.     

Hidup sebagai anak panti asuhan dan tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu membuat Carissa terharu, Mama Bian yang melihat Caca meneteskan air matanya segera memeluk calon menantunya itu.     

"Ada apa Sayang, bicara sama Mama Nak," pinta Mama Bian. Caca hanya terdiam, wanita itu tidak tahu harus mengatakan apa, saat ini yang ada pikirannya hanya bahagia mendapatkan perhatian sederhana yang diberikan oleh Mama Bian.     

"Tidak ada Tante, Caca hanya terharu."     

"Mama kan udah pernah bilang Nak. Jangan panggil Tante lagi, tapi panggil Mama kan kamu sebentar lagi akan jadi menantu Mama Sayang," jelas Mama Bian.     

Carissa sangat bersyukur bisa bertemu, dengan Mama Bian yang begitu mencintainya seperti anaknya sendiri.     

***     

Langit sudah berubah menjadi gelap, dan itu artinya malam sudah datang. Di luar suasana sangat dingin, karena hujan yang sangat deras sedang turun. Hal itu semakin membuat Caca tidak bisa tidur, dirinya yang sangat alergi dengan dingin membuat Caca tidak nyaman.     

Bian yang baru saja, keluar dari dalam kamar mandi segera menghampiri Caca. Pria itu terlihat dengan jelas khawatir akan keadaan Caca.     

"Ada apa? Kamu butuh sesuatu?" tanya Bian. Caca hanya terdiam, wanita itu berusaha mengendalikan dirinya. Suara petir yang sangat kuat membuat Caca berteriak. Segera Bian memeluk erat Caca, memberikan ketenangan untuk wanita tersebut.     

Tubuh Caca gemetar, hak tersebut sama ketika Caca berada di dalam lift. Bian menjadi sangat khawatir, gumaman kecil dari bibir Caca menyadarkan sesuatu bahwa, Caca takut akan petir dan alergi dingin.     

"Kamu di sini dulu, aku panggil dokter," ujar Bian. Namun, langkah kaki Bian terhenti. Caca menggelengkan kepalanya, wanita itu tidak mau di tinggal oleh Bian. "Jangan tinggalkan aku, please aku takut," ucap Caca dengan nada bergetar.     

"Kamu tenang, ada aku di sini," ucap Bian. Pria itu memeluk erat Caca, membuat wanita itu nyaman. Keduanya pun tertidur di atas tempat tidur milik Caca, tangan Bian mengusap kepala Caca dengan penuh sayang.     

***     

Suara burung sudah terdengar dengan nyaring, suster yang mengantarkan makanan untuk Caca pun mengurungkan niatnya. Saat sang suster keluar dari dalam ruangan, sister tersebut bertemu dengan Mama Bian.     

"Loh sus, kenapa di bawa lagi sarapannya?" tanya Mama Bian.     

"Pasien dan suaminya masih tidur Bu. Saya tidak mau menganggu, terlihat mereka sangat nyaman di posisinya," jelas suster tersebut.     

"Ya sudah sini kasih saya, nanti ketika mereka bangun saya berikan. Saya juga mau masuk."     

Suster tersebut, memberikan makanan tersebut kepada Mama Bian, wanita itu pun masuk ke dalam ruangan Caca. Senyum simpul tercetak dengan jelas, pemandangan yang seperti ini lah yang di tunggu tunggu oleh Mama Bian.     

Wanita itu mengambil, handphone nya dan memotret, "Mama akan memajukan, pernikahan kalian," gumamnya.     

Setelah itu Mama Bian, meletakkan makan di atas tempat di samping tempat tidur Caca. Mama Bian juga mencoba membangunkan Nian, karena hari sudah semakin siang dan Caca harus segera makan dan minum obatnya.     

"Bangun Nak, sudah pagi," ujar Mama Bian.     

Dengan perlahan, Bian membuka matanya. Pria itu menatap ke arah sang Mama yang sudah tersenyum bahagia, Bian mengeser tubuhnya lalu mengatur tidur Caca agar tidak terganggu.     

"Kamu mandi gih, tadi Mama bawahkan pakaian ganti untuk kamu."     

Bian menganggukkan kepalanya, pria itu segera masuk ke dalam kamar mandi. Bian yakin, setelah ini sang Mama akan mengejeknya, karena sudah berani tidur bersama Caca di ranjang yang sama.     

Tak membutuhkan banyak waktu, Bian sudah keluar dari dalam kamar mandi. Terlihat saat ini sang Mama sedang menyuapi Caca, senyum manis terbit di bibirnya, Bian pun mendekati Caca.     

"Kamu harus makan yang banyak, biar bisa cepat sembuh," ujar Bian. Caca hanya menganggukkan kepalanya, saat ini Caca rasanya sangat malu dengan Boss itu. Apa lagi semalam dirinya dengan agresif memeluk Nian erat.     

"Kalian menikah Mama cepatkan Minggu depan yaa. Semua urusan sudah Mama atur," jelas Mama Bian.     

Bian dan Caca saling menatap satu dengan lainnya, ucapan yang dilontarkan sang Mama barusan membuat Bian dan Caca syok tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.     

"Tidak ada penolakan, Mama gak mau calon cucu Mama hadir sebelum kalian menikah."     

###     

Hallo, selamat membaca semoga selalu suka yaa. Jangan lupa tinggalkan komen kalian yaaa, maaf kalau cerita ini sangat slow respon yaaa. Sehat terus buat kalian semuanya. Love you guys, yang mau berteman di IG aku Monggo @ochagumay24     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.